Mengenal GRK dan NEK: Fondasi Menuju Ekonomi Rendah Karbon di Indonesia

Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Dua konsep penting yang kini menjadi fokus utama pemerintah dan dunia industri adalah Gas Rumah Kaca (GRK) dan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Keduanya menjadi pilar dalam upaya mewujudkan ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Apa Itu GRK (Gas Rumah Kaca)?

Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas yang mampu menahan panas di atmosfer bumi, sehingga menyebabkan peningkatan suhu global atau dikenal dengan istilah pemanasan global. Jenis gas rumah kaca utama antara lain:

  • Karbon dioksida (CO₂)
  • Metana (CH₄)
  • Dinitrogen oksida (N₂O)
  • Hidrofluorokarbon (HFCs)
  • Perfluorokarbon (PFCs)

Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan aktivitas industri menjadi penyumbang terbesar emisi GRK. Jika tidak dikendalikan, peningkatan GRK dapat memicu perubahan iklim ekstrem, naiknya permukaan laut, dan ancaman terhadap ketahanan pangan serta energi nasional.

Memahami NEK (Nilai Ekonomi Karbon)

Nilai Ekonomi Karbon (NEK) adalah instrumen kebijakan yang memberikan nilai ekonomi pada aktivitas pengurangan emisi karbon. Dengan NEK, setiap ton karbon yang berhasil dikurangi atau diserap memiliki nilai ekonomi tertentu yang dapat diperjualbelikan.

Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, sebagai langkah konkret dalam mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060. Melalui kebijakan ini, pelaku usaha diberi kesempatan untuk:

  • Mengelola emisi karbon secara terukur
  • Mengikuti perdagangan karbon (carbon trading)
  • Melakukan offset melalui investasi pada proyek hijau seperti reforestasi, energi terbarukan, atau efisiensi energi

Hubungan Antara GRK dan NEK

Keterkaitan antara GRK dan NEK sangat erat. GRK adalah penyebab utama perubahan iklim, sedangkan NEK adalah alat pengendali dan pengatur untuk mengurangi emisi tersebut. Dengan NEK, setiap pihak didorong untuk menurunkan emisinya karena ada nilai ekonomi di balik setiap ton karbon yang dihemat.

Contohnya, perusahaan yang berhasil menurunkan emisi lebih dari batas yang ditentukan dapat menjual kelebihan kredit karbonnya kepada pihak lain yang masih memiliki emisi tinggi. Sistem ini tidak hanya mendorong efisiensi energi, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru di sektor hijau.

Langkah Indonesia Menuju Ekonomi Rendah Karbon

Untuk memperkuat implementasi GRK dan NEK, pemerintah bersama berbagai lembaga dan sektor swasta telah mengembangkan berbagai inisiatif, seperti:

  • Pembangunan sistem registri nasional GRK untuk memantau emisi
  • Pengembangan pasar karbon domestik
  • Dukungan terhadap energi terbarukan dan transportasi hijau
  • Program penanaman pohon dan konservasi hutan

Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia berupaya menjadi contoh negara berkembang yang serius dalam menurunkan emisi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

GRK dan NEK bukan sekadar istilah teknis, tetapi bagian penting dari transformasi ekonomi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Melalui pemahaman dan penerapan konsep ini, seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintah, industri, hingga individu — dapat berkontribusi dalam menjaga bumi dan menciptakan kesejahteraan yang berimbang antara ekonomi dan lingkungan.

Sumber Referensi:

  1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) - Nilai Ekonomi Karbon
  3. UNFCCC - Greenhouse Gas Overview

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *