Pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management) bukan hanya soal menjaga keberlanjutan ekologis dan produktivitas hutan, tetapi juga soal keadilan sosial dan kepastian hukum bagi masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Salah satu aspek krusial dalam hal ini adalah hak tenurial atau hak kepemilikan, penggunaan, kontrol, dan pengelolaan atas lahan dan sumber daya hutan. Tanpa kepastian hak ini, tata kelola hutan yang adil dan efektif sulit diraih.
Pengertian dan Signifikansi Hak Tenurial
Menurut Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), hak tenurial hutan (“forest tenure”) dapat didefinisikan sebagai hak—baik secara hukum formal maupun kebiasaan—yang menentukan siapa yang dapat menggunakan, mengelola, mengontrol atau memindahkan lahan dan sumber daya hutan serta dalam kondisi apa dan berapa lama hak tersebut berlaku. Hak ini menjadi fondasi penting dalam tata kelola hutan karena:
- Kepastian hak mendorong pemegang hak untuk berinvestasi dalam pengelolaan hutan jangka panjang.
- Kepastian hak membantu memastikan bahwa masyarakat lokal dan adat dapat ikut kelola, manfaat dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan.
- Sistem hak yang jelas juga membantu mengurangi konflik penguasaan lahan yang sering menjadi penghambat pengelolaan hutan yang baik.
Hubungan dengan Tata Kelola Hutan yang Adil dan Berkelanjutan
Tata kelola hutan yang adil melibatkan aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan—baik antar generasi maupun antar kelompok pemangku kepentingan. Dalam konteks tersebut, hak tenurial yang jelas menjadi prasyarat karena:
- Dengan hak yang jelas, masyarakat lokal memiliki pondasi untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan.
- Hak yang diakui secara hukum atau kebiasaan membawa keadilan sosial, terutama bagi kelompok adat dan komunitas yang sebelumnya marginal.
- Dari sisi keberlanjutan ekologis, ketika hak dan tanggung jawab pengelolaan jangka panjang disepakati, maka penggunaan hutan cenderung lebih mempertimbangkan regenerasi, konservasi, dan manfaat jangka panjang ketimbang pemanfaatan saja.
Sebagai contoh, dalam kerangka Forest Stewardship Council (FSC), Prinsip 2 menyatakan bahwa:
“Long-term tenure and use rights to the land and forest resources shall be clearly defined, documented and legally established.”
Dengan demikian, standar FSC secara eksplisit menegaskan bahwa kepastian hak adalah salah satu pilar utama pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.
Tantangan dalam Praktik
Meskipun prinsipnya jelas, di lapangan sering muncul tantangan nyata dalam penerapan hak tenurial sebagai fondasi tata kelola hutan, antara lain:
- Kepastian hukum yang rendah atau ambigu: Banyak lahan hutan atau kawasan hutan masih memiliki status tenurial yang tidak pasti atau tumpang-tindih antara hak masyarakat adat, hak penggunaan negara, izin perusahaan kehutanan, dan lain-lain.
- Pengakuan hak adat yang belum memadai: Meskipun masyarakat adat telah menempati dan mengelola wilayah hutan secara tradisional, pengakuan formal terhadap hak mereka masih sering lemah atau tidak ada.
- Ketidaksetaraan dalam akses dan partisipasi: Beberapa kelompok, misalnya perempuan, kelompok minoritas atau komunitas kecil, sering tidak memiliki akses yang sama dalam mendapatkan atau mempertahankan hak tenurialnya.
- Kapasitas dan mekanisme penegakan yang terbatas: Hanya memiliki hak yang tercatat tidak selalu cukup jika mekanisme pengaduan, penyelesaian konflik, penegakan hukum, dan monitoring tidak berjalan baik.
Strategi Memperkuat Hak Tenurial untuk Tata Kelola yang Lebih Baik
Untuk menjadikan hak tenurial sebagai fondasi yang efektif bagi tata kelola hutan yang adil dan berkelanjutan, beberapa strategi berikut penting diterapkan:
- Pengembangan kerangka hukum dan kebijakan yang inklusif: Negara perlu memastikan bahwa regulasi dan kebijakan mengenali baik hak formal maupun hak kebiasaan masyarakat adat dan lokal.
- Pemetaan partisipatif dan dokumentasi hak lokal: Melibatkan masyarakat lokal dalam pemetaan batas lahan, penggunaan tradisional dan dokumentasi hak menambah legitimasi dan kepastian hak.
- Penegakan hukum dan penyelesaian konflik yang efektif: Sistem yang adil, transparan, dan responsif terhadap sengketa tenurial sangat membantu menciptakan lingkungan pengelolaan hutan yang stabil.
- Pemajuan kapasitas masyarakat dan pemangku kepentingan: Pelatihan, sosialisasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam hak, pengelolaan, dan peran pengambilan keputusan memperkuat tata kelola.
- Integrasi standar sertifikasi dan skema keberlanjutan: Standar seperti FSC membantu menjembatani pengakuan hak tenurial dengan praktik pengelolaan hutan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Kesimpulan
Hak tenurial bukan hanya aspek teknis pemilikan atau penggunaan lahan; ia merupakan fondasi krusial bagi tata kelola hutan yang adil yang menghormati hak masyarakat, memberi mereka peran dan manfaat serta berkelanjutan yang menjaga hutan untuk generasi kini dan mendatang. Kepastian hak pengelolaan hutan memfasilitasi investasi jangka panjang, partisipasi lokal, dan pengelolaan yang bertanggung jawab. Untuk mencapai hal itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, masyarakat lokal dan adat, sektor swasta, serta regulasi dan mekanisme sertifikasi seperti FSC yang mengarusutamakan hak tenurial dalam kerangka pengelolaan hutan yang baik.
Referensi Artikel :
- Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Forest tenure.
- Food and Agriculture Organization of the United Nations & International Institute for Environment and Development (IIED). Improving Governance of Forest Tenure: A Practical Guide. 2013.
- Forest Stewardship Council. Principles and Criteria for Forest Stewardship.
- CIFOR (Centre for International Forestry Research). Equal opportunities, gender, justice and tenure.
